Perjalanan Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII di Tanoh (Tanah) Pakpak


Masuknya imperialisme ke seluruh Nusantara, dengan masuknya Portugis dan Belanda sebagai penjajah, juga pada akhirnya sampai di Tanoh Pakpak. Perkembangan budaya kemudian didominasi oleh masuknya pendidikan dan agama samawi. Hilangnya peran Nangguru dan Pertaki bersama dengan para hulubalang dan dayang-dayangnya, menandai menurunnya perkembangan budaya Pakpak di Tanoh Pakpak, tergantikan dengan budaya dan agama yang baru.

Sebelumnya kedatangan orang Persia, Cina, Arab, India dan Eropa adalah sebagai pedagang. Kedatangan bangsa Barat menuju Nusantara setelah Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Utsmani pada tahun 1453. Sultan Mahmud II menutup akses pelabuhan Konstatinopel bagi orang-orang Eropa. Hal ini membuat orang orang Eropa kemudian mencari informasi mengenai wilayah lain yang memiliki sumber daya alam melimpah seperti rempah rempah dan hasil bumi lainnya.

Sebuah misi dagang Portugis mengunjungi Barus pada akhir abad ke-16, dan di dalam laporannya menyatakan bahwa di kerajaan Barus, benzoin putih yang bermutu tinggi didapatkan dalam jumlah yang besar.
Begitu juga kamfer yang penting bagi orang-orang Islam, kayu cendana dan gaharu, asam kawak, jahe, cassia, kayu manis, timah, pensil hitam, serta sulfur yang dibawa ke Kairo oleh pedagang-pedagang Turki dan Arab.

Emas juga didapatkan di situ dan biasanya dibawa ke Mekkah oleh para pedagang dari Minangkabau, Siak, Indragiri, Jambi, Kanpur, Pidie dan Lampung.

VOC menjadi persekutuan dagang yang resmi dan di dukung oleh Negara dan diberi fasilitas fasilitas istimewa serta hak kedaulatan oleh Belanda. Bisa dikatakan VOC adalah Negara di dalam Negara dengan hak kedaulatan meliputi: memiliki tentara, memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian, merebut dan menduduki daerah daerah asing di luar negeri Belanda, memerintah daerah daerah tersebut, menetapkan/mengeluarkan mata uang sendiri sekaligus memungut pajak.

Kedatangan VOC adalah untuk menopoli perdagangan rempah rempah di Nusantara. Berbagai macam cara dilakukan untuk mempertahankannya, antara lain dengan mengintimidasi penduduk di pulau pulau penghasil rempah. Bangsa bangsa lain selain Belanda yang ingin berdagang langsung dengan penduduk lokal akan dikenai tindakan keras.

Dua ratus tahun setelah masuknya VOC ke Nusantara, tepatnya tanggal 31 desember 1779, serikat dagang tersebut dibubarkan karena tingginya korupsi yang dilakukan para pegawainya. Akibatnya VOC tidak mampu menutup biaya operasional sedangkan pengeluaran semakin membengkak.

Hal lain yang terjadi adalah perlawanan yang hebat dari para pribumi yang membuat beban biaya peperangan memenjadi meningkat. Selain itu, VOC tidak mampu menghadapi persaingan dagang yang ketat dengan Inggris dan Prancis.

Dengan dibubarkannya VOC, terjadilah perubahan politik pemerintahan di Nusantara. Kepulauan Nusantara yang dikuasai VOC, berganti diperintah dan dijajah oleh pemerintah Belanda. Untuk menjalankan pemerintah kolonial, diangkatlah seorang gubernur jenderal. Gubernur jenderal ini berkuasa atas nama pemerintah di negeri Belanda.

Salah satu gubernur jenderal yang paling terkenal adalah Herman Williem Deandeles. Deandeles kemudian melakukan banyak terobosan yang jelas banyak merugikan rakyat pribumi. Diantaranya adalah: pemungutan pajak yang tinggi, penanaman tanaman yang hasilnya laku dipasaran dunia, rakyat diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannya, untuk menambah pemasukan dana juga telah dilakukan penjualan tanah tanah kepada swasta.

Bersama dengan masuknya Imperialisme Belanda, sekaligus membawa Agama Kristen ke Nusantara. Penakluk VOC (Verenigde OosIndicshe Compagine) terhadap Portugis di Maluku pada tahun 1605 memulai babak baru Pekabaran Injil oleh Gereja Protestan.
Akan tetapi, awal abad ke-19 tetap dicatat sebagi masa-masa bersejarah Pekabaran Injil di Indonesia, dengan bekerjanya sejumlah organisasi Zending. Ketika pekabaran Injil sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Utara). Kawasan ini masih sangat tertutup seperti dikelilingi kabut misteri.

Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan.

Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.

Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bakkara pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bakkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bakkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.

Walaupun Bakkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan Belanda.

Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkil, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala.

Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka taktik perang perjuangan Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik perang Gerilya. Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melakukan penyerangan ke Kota Tua. Mereka dibantu orang-orang Aceh yang datang dari Trumon.

Perlawanan ini dapat dihentikan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun Belanda juga menghadapi kesulitan melawan perjuangan di Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi kegiatan untuk melawan Sisingamangaraja XII karena untuk menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang tewas dalam peperangan.

Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII kembali menyerang Belanda. Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur dari Lobu Tua.
Namun Belanda mendatangkan bala bantuan dari Padang, sehingga Lobu Tua dapat direbut kembali. Pada tanggal 4 September 1889, Hutapaung diduduki oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur ke Parsingguran.

Pasukan Belanda terus mengejar pasukan Batak sehingga ketika tiba di Tamba, terjadi pertarungan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus menerus dengan peluru dan altileri, sehingga pasukan Batak mundur ke daerah Horion.
 
Sisingamangaraja XII dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh Sumatera Utara. Kemudian untuk menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII menjadi Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas menolak iming-iming tersebut, baginya lebih baik mati daripada menghianati bangsa sendiri.

Belanda semakin geram, sehingga mendatangkan regu pencari jejak dari Afrika, untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII, barisan musuh ini dijuluki "Sigurbak ulu na birong". Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung.

Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangaronsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung.

Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1906.

Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda.

Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain. Yang awalnya pasukan Sisingamangaraja masih melakukan perlawanan, namun tahun 1900 kekuatan Sisingamangaraja semakin surut. Sehingga perlawanan tidak dikerahkan untuk melakukan penyerangan sebanyak mungkin melainkan memperthankan diri dari serangan lawan selain penduduk daerah Dairi dan Pak-pak masih setia kepada mereka.

Selain itu Belanda juga melakukan gerakan pembasmi gerakan-gerakan perlawanan yang ada di Sumatera (Aceh dan Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh terus ke Batak. Mereka mengadakan pengepungan dan membakar kampung-kampung yang membangkang, pertempuran semakin sengit antara kedua belah pihak.

Pada saat Belanda sampai di daerah Pak-Pak dan Dairi pasukan Sisingamangaraja semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka dengan Aceh sudah terputus. Dengan terdesaknya pasukan Sisingamangaraja mereka terus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menyelamatkan diri.

Tahun 1907, pengepungan yang dilakukan oleh Belanda terhadap pasukan Sisingamangaraja dilakukan secara intensif yang dipimpin oleh Hans Christoffel. Dimulai menelusuri jejak Sisingamangaraja oleh Belanda namun mereka gagal menangkap Sisingamangaraja dan anak istrinya ditawan oleh Belanda.

Boru Situmorang ibu Sisingamangaraja tertangkap dan dijadikan tawanan perang oleh Belanda sementara itu Sisingamangaraja belum juga menyerahkan diri dan Belanda terus mencari sampai tanggal 28 Mei pihak belanda mengetahui bahwa Sisingamangaraja berada di Barus maka Wenzel mengarahkan pasukan untuk menangkapnya tetapi tidak berhasil.

4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui bahwa Sisingamangaraja berada di Penegen dan Bululage dan mereka melakukan pengerebekan melalui Huta Anggoris yang tak jauh dari Panguhon. Ternyata Sisingamangaraja telah meninggalkan tepat itu sebelum mereka datang. Sisingamangaraja terus menyingkir ke darah Asahan, sementara itu Belanda terus mengejar melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi.

Banyak penduduk sekitar ditangkap karena dicurigai bekerjasama dengan Sisingamangaraja. Berbagai usaha yang dilakukan Belanda tanggal 17 Juni 1907 Sisingamangaraja berhasil ditangkap di dekat Aek Sibulbulon (daerah Dairi) dalam keadaan lemah Sisingamangaraja dan pasukannya terus mengadakan perlawanan.

Dalam peristiwa tersebut Sisingamangaraja tertembak oleh Belanda, sehingga pada saat itu Sisingamangaraja mati terbunuh ditempat. Disaat yang bersamaan anak perempuan dan dua putra laki-lakinya juga gugur sedangkan istri, ibu dan putra-putra lainnya masih menjadi tawanan perang oleh Belanda.

Perjalanan Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII di Tanoh (Tanah) Pakpak
Sisingamangaraja XII
Dengan gugurnya Sisingamangaraja, maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak saat itu kerja rodi di daerah ini melemahkan struktur tradisional masyarakat semakin lama semakin runtuh. Dari sisi pencatatan, terutama dalam buku-buku sejarah tidak banyak tokoh-tokoh pejuang Pakpak yang ditemukan. Pengorbanan dalam keikutsertaan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bersama Sisingamangaraja ke XII menjadi seperti terabaikan dalam konteks dokumentasi dalam bentuk tulis.

Tokoh-tokoh yang coba dipaparkan ini dikutip dari catatan Adniel Lumbantobing, dalam buku Sisingamangaraja I-XII Cetakan Keenam tanpa penerbit yang dikeluarkan pada Mei 1953.

Sisingamangaraja berada atau masuk ke tanoh Pakpak sekitar Tahun 1894, setelah banyak daerah di keresidenan Tapanuli dikuasai oleh Belanda. Ia berpindah-pindah antara Pearaja Klasen, Simsim dan Keppas. Tidak dalam satu rangkaian perjalanan yang searah, melainkan bolak-balik. Pada saat tertentu ia di Keppas dibawah perlindungan Pertaki Nakan Matah Ujung, kemudian ke Simsim.

Ketika ada ketidaknyamanan ia kembali ke Keppas, lalu menyingkir ke Klasen, kembali ke Simsim. Demikian terus menerus berlangsung selama masa penjajahan Belanda.

Dari daerah ini ia memerintahkan panglimanya mengadakan penyerangan melakukan perlawanan ke daerah Toba. Meskipun dalam masa itu sesekali ia tetap muncul di Bakkara.

Oleh karena itu beberapa tokoh penting menjadi sahabatnya seperti Pertaki Nakan Matah Ujung di Kalang Jehe, Pertaki Kuta Gugung Salak Pabubu Banurea dan Pa Boncit Padang Pertaki Jambu Mbellang. Ketiga Pertaki ini memberikan kontribusi besar baik dalam memberikan perlindungan kepada Sisingamangaraja maupun menyumbangkan Panglima dan pasukan  untuk sang Pahlawan.

Bahkan perlawanan orang Pakpak tetap dilakukan meskipun tidak beserta Sisingamangaraja. Dari suratnya yang ditujukan kepada raja-raja di Keppas terlihat ajakan untuk berperang melawan Belanda. Salah satu surat yang dikirimkannya ketika para raja-raja Pakpak merasa kehilangan komunikasi berbunyi demikian: 
“Kami surat dari Sutan Nagari dari Pea Radja Dairi, kepada sekalian raja-raja di Keppas. Kamu sekalian adalah setia ber-raja. Sekatalah kami sekalian raja-raja Pakpak untuk berperang melawan Belanda. Bunuhlah Belanda. Aku mendengar bahwa kamu sekalian menyesali aku karena tidak mengirim surat kepada kalian. Sekarang saya sudah kirim surat. Bunuhlah serdadu. Sekian.”
Artinya bahwa dengan atau tanpa kehadiran Sisingamangaraja, perlawanan terhadap Belanda tetap dilakukan oleh orang Pakpak.
Sisingamangaraja sendiri sangat mengakui loyalitas dan semangat juang orang Pakpak. Kesetiaan inilah barangkali menyebabkan dia merasa aman berada di tanah Pakpak.
Dan dalam rapat para Pertaki Pakpak yang dihadiri oleh Sutan Nagari dan Patuan Anggi yang diperuntukkan bagi pengaturan strategi perlawanan terhadap Belanda diperoleh kesepakan sebagai berikut : 

1. Mempertahankan daerah Simsim dengan mengorbankan segala apa yang ada. 
2. Tempat Baginda (maksudnya Sisingamangaraja) dirahasiakan. 
3. Rakyat tidak akan bekerjasama dengan Belanda 
4. Pertanian dipergiat.

Hasil permusyawarahan ini adalah merupakan persumpahan, bahkan disahkan secara adat Pakpak dengan memotong dua ekor kerbau. Seekor di daerah Salak dan seekor lainnya untuk daerah Kepar Kombih.

Catatan-catatan seperti ini dalam banyak literatur tidak ditemukan, kisah perjalanan Sisingamangaraja di Tanah Pakpak kurang tereksplorasi.

Buku Adniel Lumbantobing adalah salah satu yang memberikan catatan penting, meskipun teramat singkat dan sederhana. Dari buku tersebut terdapat kisah dari Pejuang Pakpak dalam masa Sisingamangaraja diantaranya sebagai berikut :
  1. Tenna Br. Berutu, Puteri dari parjolang Pertaki dari Pakpak.Tidak ada literatur yang setegas Adniel mengungkapkan keberadaan permaisuri keenam Sisingamangaraja ke XII ini. Puteri Pakpak ini berasal dari Penggegen, dan agaknya tidak ada catatan tentang keturunannya. Sejak awal Lumbantobing ketika menuliskan keturunan Sisingamangaraja tidak mengabaikan nama Tenna Br. Berutu. Dan diakui sebagai permaisuri Ke enam. Namun keberadaannya pasca berakhirnya perjalanan Sisisngamangaraja sulit dikonfirmasi. Tidak ada tulisan yang memadai dalam mengikuti keberadaan sang permaisuri ini.
  2. Panglima-panglima Sisingamangaraja tidak saja berasal dari Tapanuli, tetapi juga Pakpak dan Aceh. Dua yang tersohor adalah Singket Berutu dan Rogong Banurea. Keduanya direkrut bukan pada saat persembunyiannya di tanah Pakpak, melainkan dalam perlawanan-perlawanannya di wilayah Tapanuli. Mereka sudah terlibat dan menjadi Panglima penting dalam perjalanan Sisingamangaraja. Selain dua orang Pakpak, terdapat lima orang Aceh yakni Tengku Muhamad, Teuku Nali, Tengku Imun, Tengku Ben, dan Teuku Harun.
  3. Antak Berutu dari Lae Langge, Kisah catatan nama ini adalah sebagai berikut : Pada suatu hari sepasuken tantara belanda berangkat dari Boven Barus menuju kedaerah Simsim, melalui Delleng Simpoon yang sangat curam. Pasukan ini nampak dalam keadaan letih, karena pendakian Delleng Simpoon, dan tujuh orang diantara pasukan itu tertinggal jauh di belakang. Sementara itu di Delleng telah menunggu dan bersembunyi 4 orang  anggota pasukan gerilya Pertaki Simsim dan dengan beresenjatakan kelewang mereka menyerang 7 orang yang tertinggal tadi. 6 orang diantaranya tertangkap dan dipotong lehernya sedang satu orang diantaranya sempat melarikan diri dengan tangan terpotong. Setelah komandan pasukan Belanda di Salak mengetahui hal itu, diperintahkanlah Pertaki-pertaki yang berdekatan agar mengumpulkan penduduk di suatu tempat. Setelah berkumpul komandan pasukan Belanda menyuruh tentara yang kehilangan tangan menunjukkan siapa-siapa diantaranya yang melakukan penyerangan di Delleng Simpoon. Sipenderita lalu menghunjuk Antak Berutu yang berasal dari Lae Langge. Sudah tentu Antak Berutu membela diri dan membantah karena memang tidak tahu menahu keadaan itu, sebab sebetulnya 4 orang penyerang sudah melarikan diri ke Aceh. Oleh karena komandan belanda tidak mengetahui bahasa Pakpak, maka Antak Berutu dibawa ke markas. Pada esok harinya orang yang tak bersalah ini dihukum gantung dimuka umum hingga mati.
  4. Pagit Banurea Dikisahkan di Jambu Mbellang seorang yang bernama Pagit Banure, pekerjaan berjualan sayur dapat merampas senapan dari seorang tentara Belanda. Kebenciannya mendorong untuk melakukan perampasan dengan memanfaatkan situasi. Hal itu dilakukannya pada saat tentara Belanda sedang merogoh sakunya untuk membayar sayur yang dibelinya. Meskipun tidak diceritakan apakah kemudian ia tertangkap, atau sang tentara digorok seperti di Delleng Simpoon. Kisah perlawannnya yang ditulis Adniel Lumbantobing terlalu singkat. Meskipun dengan menuliskan kisah ini dapat dipahami bahwa peristiwa itu menjadi penting dalam catatan sejarah perlawanan terhadap Belanda.
  5. Ronggur Bancin. Nama ini ditemukan dalam buku tersebut sebagai seorang yang menemukan tempat persembunyian yang strategis di Bungus. Tempat ini menjadi lokasi persembunyian Sisingamangaraja yang sulit dicari dengan tangga bambu yang bertingkat-tingkat.

Menurut sejarahnya, Kapten Christofel berhasil menangkap Ronggur Bancin dan dibujuk untuk memberitahukan tempat Sisingamangaraja. Dengan loyalitas tinggi, Ronggur bertahan dan tidak pernah mau membuka mulut, meskipun disogok dengan emas dan uang.

Kapten Christopel marah dan kemudian menyeret adik Ronggur, ia disiksa dan dicambuk dengan cambuk berduri, dihadapan Ronggur sendiri. Teriakan dan jeritan atas siksaan terhadap adiknya tidak menggoyahkannya.

Sampai kemudian sang adik meninggal. Setelah adiknya meninggal siksaan dengan cambuk berduri tadi, kemudian diarahkan kepada dirinya sendiri.

Dua hari lamanya dia menderita akibat siksaan itu, lalu kemudian secara tersembunyi ia menyuruh seseorang untuk menyampaikan pesan agar Baginda Sisingamangaraja segera meninggalkan lokasi persembunyian. Ketika ancaman dibunuh dikeluarkan, Ronggur kemudian memberitahukan lokasi lembah Lae Pencinaren di Bungus kepada Belanda. Dan saat Pasukan Belanda berada di lokasi tersebut, Sisingamangaraja dan rombongannya tidak lagi berada disana.

Nama-nama tersebut hanyalah beberapa diantara orang Pakpak yang memiliki peran penting mendukung perjuangan Republik. Ada banyak Pertaki yang memberikan kontribusi dan tidak mau bekerjasama dengan Belanda, ada banyak pasukan  yang menyertai Sisingamangaraja termasuk enam panglima Pakpak yang gugur pada saat pertempuran dengan Pasukan Christoffel di Traju dan lain-lain.

Imperialisme Belanda selain menghancurkan peradaban lama beserta dengan agama parbegu dan menggantinya dengan peradaban baru yaitu masuknya agama Kristen, maka mulailah orang Pakpak memasuki tahap jaman modern dimana diperkenalkan pendidikan dengan mendatangkan guru-guru, pegawai pemerintah, perawat dari Keresidenan Tapanuli.

Budaya dan adat istiadat lokal dianggap sebagai sebuah keterbelakangan dan primitive, sehingga orang Pakpak banyak meninggalkan budayanya sendiri dan mulai beradaptasi dengan budaya baru. Budaya baru yang datang kemudian membuat orang Pakpak tercerabut dari akar budayanya sendiri, karena pelemahan budaya dengan cara menghilangkan tradisi, ritual, dan adat budaya yang biasa digunakan dengan alasan budaya itu primitive.

Lunturnya budaya sebagai identitas suku Pakpak sangat terasa, hingga banyak terjadi  persoalan akibat kebudayaan yang sering terjadi akhir-akhir ini. Persoalan yang terjadi di Tanoh Pakpak disebabkan hilangnya budaya asli budaya Pakpak yang terkontaminasi budaya lain, sehingga suku Pakpak ini kehilangan arah dalam mengimbangi kemajuan zaman.

Masyarakat zaman dahulu memiliki sikap sosial yang tinggi antar sesama dan memiliki kesadaran untuk menaati peraturan yang ditetapkan pemimpin. Akan tetapi, sekarang hal itu sangat sulit ditemukan, bahkan tidak ditemukan tokoh yang mampu berperan sebagai pemimpin yang bisa didengarkan dan diikuti.

Selain sikap sosial yang tinggi, rakyat zaman dulu juga memiliki kepedulian yang tinggi dalam menjaga lingkungan di sekitarnya, sehingga kondisi alam pada era tersebut sangat cantik dan menawan. Sebaliknya, pada zaman modern seperti sekarang, sikap seperti itu tampaknya sudah luntur di hati kebanyakan orang, sehingga alam menjadi panas dan tidak bersahabat lagi dengan manusia karena telah tercemari.

Dahulu kondisi itu tidaklah separah seperti zaman sekarang ini, saat itu nilai-nilai religius masih sangat dijaga dan sangat dipatuhi dengan baik. Namun sejak masuknya pengaruh budaya-budaya barat bersama imperialisme, budaya dan kearifan lokal mulai luntur perlahan-lahan.

Budaya asli kita yang rapuh dan luntur ini menyebabkan persoalan suku Pakpak semakin kompleks. Sikap saling menghargai mulai sulit dijumpai, sikap egois semakin merajalela sopan santun yang muda terhadap yang tua semakin menjadi barang mewah, sungguh budaya sangat luntur dari masyarakat.

Karena lunturnya kebudayaan bangsa yang ramah, santun, saling tolong menolong, maka menambah begitu banyak persoalan. Hilangnya jati diri, mengganti marga, tidak bangga dengan identitas dirinya dan seringkali malu menjadi orang Pakpak. Rapuhnya dan lunturnya kebudayaan Pakpak sangat terasa sekali, membuat kemunduran dan hilangnya serta punahnya budaya Pakpak. 

Penulis :
RADEN PRABU SINAMO
Pengelola Promosi Wisata & Budaya
Dinas Pariwisata Kabupaten Pakpak Bharat

Post a Comment for "Perjalanan Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII di Tanoh (Tanah) Pakpak"